MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalah pahaman, perselisihan, pertengkaran, permusuhan, bahkan peperangan. Lingkup kejadiannya tidak saja terjadi dalam skala yang kecil ditingkat keluarga dan lingkungan kelurahan tetapi juga bisa terjadi dalalm skala yang lebih besar ditingkat nasional dan internasional. Dalam kajian psikologi sosial  hal ini terjadi karena tidak adanya kesamaan pandangan terhadap suatu pola perilaku pada suatu struktur kelompok sosial. Masing-masing pihak merespon rangsangan sosial yang diterimanya dari lingkungan sosial, sehingga memunculkan sikap memilih atau menghindari sesuatu.
Objek pembahasan dari Psikologi Sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini bisa dipahami karena Psikologi Sosial adalah salah satu cabang ilmu dari psikologi. Bila objek pembahasan psikologi adalah manusia dan kegiatannya, maka Psikologi Sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan berfikir yang terlepas dari alam sekitar.
Sebagaimana ilmu-ilmu sosial, objek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki kecerdasan, kesadaran, dan kemauan yanbg tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya.
Masalah-masalah yang terjadi pada kalangan remaja menunjukkan bahwa betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku individu dalam kelompok sosial. Psikologi Sosial dalam hal ini membantu memberikan pemecahan persoalannya dengan upaya pendidikan keagamaan.

1.2 Tujuan Penulisan
1.    Memenuhi salah satu tugas dari dosen di semester 1
2.    Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dilingkungan sekitar kita
3.    Menjadikan kita sebagai manusia yang disiplin serta menjunjung tinggi nilai kesejahteraan hidup bersama
4.    Menjadikan kita sebagai manusia yang tidak egois dengan mementingkan urusan pribadi
5.    Memahami dan mengimplementasikan fungsi Psikologi Sosial dalam kehidupan sehari-hari

1.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk membuat laporan ini yaitu :

1)    Studi Pustaka
Kami dapat memperoleh informasi lebih dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang sedang kami bahas.

2)    Browsing
Untuk mendapatkan materi yang lebih lengkap kami mencari diberbagai situs yang berkaitan dengan materi yang sedang kami bahas.

1.4 Sistematika Penulisan
Penulis menyusun isi laporan ini menjadi tiga bab, yaitu :
BAB I. Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II. Pembahasan, berisi pembahasan materi yang telah diberikan oleh dosen
BAB III. Penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Psikologi Sosial di Antara Ilmu-ilmu Sosial Lainnya
           Manusia, dimanapun dia berada, tidak dapat dipisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, sejak dahulu orang sudah menaruh minat yang besar pada tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya. Minat yang besar ini tidak hanya timbul dari diri pengamat-pengamat awam, tetapi juga dikalangan para sarjana dan cerdik cendekiawan.
     Sekalipun demikian, psikologi sosial, sebagai ilmu khusus yang mempelajari tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya, baru timbul kurang dari 100 tahun yang lalu. Sebelum itu gejala perilaku manusia dalam masyarakatnya dipelajari oleh antropologi dan sosiologi.
     Antropologi mempelajari manusia sebagai suatu keseluruhan. Objek material antropologi adalah umat manusia dan objek formalnya adalah studi tentang produk-produk budaya umat manusia. Antropologi mencoba menerangkan hakikat perilaku manusia dengan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan berbagai suku bangsa di dunia. Karena manusia tidak pernah bisa lepas dari pengaruh lingkungan budaya, maka antropologi penting sekali artinya untuk psikologi sosial.
     Berbeda dari antropologi, sosiologi mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari lingkungan yang terbatas, seperti keluarga, desa, masyarakat di suatu wilayah tertentu dan sebagainya. Karena setiap manusia selalu terkait dengan lingkungan masyarakat tertentu, maka pengaruh sosiologi pun sangat besar dalam psikologi sosial.
     Peranan antropologi dan sosiologi dalam psikologi sosial antara lain adalah untuk mengurangi atau setidaknya menjelaskan bias (penyimpangan) yang terdapat dalam hasil penelitian psikologi sosial sebagai akibat pengaruh kebudayaan atau kondisi masyarakat disekitar manusia yang sedang diteliti.
     Sasaran penelitian psikologi sosial sendiri adalah tingkah laku manusia sebagai individu. Inilah yang membedakan psikologi sosial dari antropologi dan sosiologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.
     Perbedaan objek material antara psikologi sosial dan antropologi serta sosiologi membawa implikasipun dalam bentuk perbedaan objek formal atau metedologi yang digunakan dalam ilmu-ilmu tersebut. Jika antropologi dan sosiologi mengutamakan cara pendekatan deskriptif dan umumnya tidak melakukan generalisasi, maka psikologi sosial biasanya menggunakan metode eksperimental, yaitu metode dimana suatu gejala diamati dalam kondisi yang dikontrol (faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap timbulnya gejala dikendalikan oleh peneliti). Berdasarkan pengamatan-pengamatan dalam kondisi yang terkontrol ini, peneliti biasanya membuat formula-formula (rumus-rumus, dalil-dalil, hukum-hukum, teori-teori) yang berlaku umum.
Serge moscovici seorang psikolog sosial perancis menyatakan bahwa psikologi sosial adalah jembatan diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi sosial mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu sistem sosial yang lebih luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan ekonomi. Selain itu psikologi sosial memiliki perspektif luas dengan berusaha memahami relevansi dari proses internal dari aktivitas manusia terhadap perilaku sosial. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ciri khas dari psikologi sosial adalah memfokuskan pada individu daripada kelompok atau unit.
Psikologi sosial lebih berpusat pada usaha memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi sosial yang terjadi. Psikologi sosial mempelajari perasaan subyektif yang biasanya muncul dalam situasi sosial tertentu, dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilaku.
Kesimpulan : “Pada dasarnya psikologi sosial sangat berhubungan dengan ilmu sosial lainnya, dimana psikologi sosial merupakan bagian dari semua cabang ilmu sosial lainnya”.

2.2 Konsep Dasar Psikologi Sosial
Sebagaimana ilmu-ilmu sosial, objek pembahasan psikologi sosial adalah terpusat kepada kehidupan manusia. Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki kecerdasan, kesadaran, dan kemauan yang tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhlukNya yang lain. Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu menguasai alam, menaklukkan makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala sesuatu yang dapat menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam diri manusia terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah individu tersebut berinteraksi dengan lingkungannya.
Potensi-potensi yang dimiliki manusia sehingga membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya adalah sebagai berikut (Ahmadi,2002) :
1.    Kemampuan menggunakan bahasa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini hanyalah semata-mata terdapat pada manusia dalam pengertian bisa merubah, menambah, dan mengembangkan bahasa yang dugunakan.
2.    Adanya sikap etik. Dalam setiap masyarakat pasti terdapat peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku anggota-anggotanya baik itu masyarakat modern maupun masyarakat yang masih terbelakang sekalipun dan norma tersebut merupakan ketentuan apakah sesuatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk.
3.    Hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia memiliki kemampuan untuk hidup dalam 3 dimensi waktu. Manusia mampu mendasarkan tingkah lakunya pada pengalaman masa lalunya, kebutuhan-kebutuhan sekarang, dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang.

2.3 Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Psikologi Sosial yang menjadi objek studinya adalah segala gerak gerik atau tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya. Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah Psikologi Sosial membatasi diri dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya dengan situasi perangsang sosial (Ahmadi, 2005)
Objek pembahasan dari Psikologi Sosial tidaklah berbeda dengan psikologi secara umumnya. Hal ini bisa dipahami karena Psikologi Sosial adalah salah satu cabang ilmu dari psikologi. Bila objek pembahasan psikologi dalah manusia dan kegiatannya, maka Psikologi Sosial adalah kegiatan-kegiatan sosialnya. Masalah yang dikupas dalam psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan, kemauan, dan berpikir yang terlepas dari alam sekitar.
Sedangkan dalam Psikologi Sosial masalah yang dikupas adalah manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan individu dengan individu yang lain dalam kelompoknya. Psikologi Sosial dalam membicarakan objek pembahasannya dapat pula bersamaan dengan sosiologi. Masalah-masalah sosial yang dibicarakan dalam sosiologi adalah kelompok-kelompok manusia dalam satu kesatuan seperti macam-macam kelompok, perubahan-perubahannya, dan macam-macam kepemimpinannya. Sedangkan dalam Psikologi Sosial adalah meninjau hubungan individu yang satu dengan yang lainnya seperti bagaimana pengaruh terhadap pimpinan, pengaruh terhadap anggota, pengaruh terhadap kelompok lainnya.
Persamaan-persamaan pembahasan sebagaimana penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembahasan Psikologi Sosial berada pada ruang antara psikologi dan sosiologi. Titik persinggungan inilah yang dalam sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan memunculkan ilmu baru dalam lapangan psikologi, yakni Psikologi Sosial. Psikologi Sosial merupakan bagian dari psikologi yang secara khusus mempelajari tingkah laku manusia atau kegiatan-kegiatan manuisa dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosialnya. (Ahmadi, 2002).

2.4 Definisi Psikologi Sosial
Psikologi merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda “psycologie” atau dari bahasa Inggris “psychology”. Ditinjau dari sudut asal katanya, kata psycologie dan psychology berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua buah kata, yaitu “psyce”  dan “logos” yang berarti jiwa dan ilmu. Berdasarkan kedua pengertian itu, maka orang dengan mudah memberikan batasan atau pengertian psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan “ilmu jiwa”. (Walgito,2002:1)
Pada tahun 1930, di Amerika Serikat telah dikembangkan psikologi yang secara khusus mempelajari hubungan antar manusia. Akhirnya muncullah cabang ilmu baru dari ilmu jiwa ini yang kemudian dikenal dengan istilah psikologi sosial. Masalah-masalah yang menjadi fokus bahasannya adalah kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan kontek sosialnya. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut adalah kelompok organisasi, kepemimpinannya, anggota atau pengikutnya, perilaku moralnya, kekuasaannya, komunikasinya, dan kebudayaannya (Ahmadi, 2002).
Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalah pahaman, perselisihan, pertengkaran, permusuhan, bahkan peperangan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hubungan antar manusia tersebut mendorong para ahli untuk memberikan definisi operasional pada psikologi sosial karena dalam tatanan ilmu pengetahuan masih termasuk dalam ilmu yang baru terbentuk. Berikut ini adalah kutipan beberapa pendapat tokoh tentang psikologi sosial (Ahmadi, 2002).
1.    Kamus Paedagogik menyatakan bahwa : “Psikologi Sosial ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala-gejala psikis pada massa,bangsa,golongan,masyarakat dan sebagainya. Lawannya : Psikologi individu (orang-orang).”
2.    Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” menyatakan “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.“ Definisi ini menunjukkan bahwa Bonner lebih menitikberatkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku inilah yang menjadi pokok atau sasaran utama.
3.    A.M. Chorus dalam bukunya “Gronslagen der sociale Psycologie” merumuskan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia sebagai anggota suatu masyarakat.” Chorus memberikan definisi tersebut dengan kesadaran bahwa setiap manusia yang normal akan hidup dan berhubungan bersama dengan masyarakat.
4.    Sherif & Sherif dalam bukunya “An Outline of Social Psychology” memberikan definisi sebagai berikut : “ psokologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkahlaku individu manusia dalam kaitannya dengan situasi-situasi perangsang sosial.” Dalam definisi ini, tingkahlaku telah dihubungkan dengan situasi-situasi perangsang sosial.
5.    Roueck and Warren dalam bukunya “Sociology” memberikan batasan bahwa :”Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segi-segi psikologi daripada tingkah laku manusia, yang dipengaruhi oleh interaksi sosial.” Dalalm definsi ini telah dinyatakan bahwa interaksi manusia telah nyata pengaruhnya pada tinghkah laku manusia.
6.    Boring, Langveld, and Weld dalam bukunya “ Foundations of Psychology” berpendapat bahwa: “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam kelompokknya dan hubungan antara manusia dengan manusia.”
7.    Kimball Young (1956) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah studi tentang proses interaksi individu manusia.”
8.    Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1962) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam masyarakat.”
9.    Joseph E. Mc. Grath (1965) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaiman dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang-lambang dari orang lain.”
10. Gordon W. Allport (1968) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan bagaimanan pikiran, perasaan, dan tingkahlaku individu dipengaruhi oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain.”
11. Secord dann Backman (1974) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam kontek sosial.”
12. W.A. Gerunagn menyatakan bahwa : “Ilmu jiwa adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menyelidiki pengalaman dan tingkah laku individu manusia seperti yang dipengaruhi atau ditimbulkan oleh situasi-situasi sosial.”
Pendapat para tokoh tentang pengertian psikologi sosial di atas sangat beragam. Namun demikian tidaklah berarti antara yang satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Perpaduan diantara pendapat tersebut akan dapat saling melengkapi dan menyempurnakan.
Rangkuman pengertian dari berbagai pendapat tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.”

2.5 Teori-teori Dalam Psikologi Sosial
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi sosial bertujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena. Dengan mengerti suatu fenomena, kita dapat membuat peramalan-peramalan tentang kapan akan terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana hal itu akan terjadi. Selanjutnya, dengan pengertian dan kemampuan peramalan itu, kita dapat mengendalikan fenomena itu sampai batas-batas tertentu. Inilah sebetulnya tujuan dari ilmu, termasuk psikologi sosial.
1.    Macam-macam Teori
a)    Teori Genetik
Teori ini menekankan pada kualitas pembawaan sejak lahir atas tingkah laku sosial. Menurut Konrad Lorenz (1966) tingkah laku agresi adalah perwujudan dari insting agresi yang dibawa sejak lahir dan berasal dari kebutuhan untuk melindungi diri. Sedangkan menurut Douglas (1966) banyak sifat tingkah laku spesifik dpt dijelaskan dalam istilah insting. Misalnya : Ibu melindungi anaknya maka dia menjelaskan tingkah laku tersebut sebagai parental insting.

b)   Teori Belajar
Teori belajar lebih menekankan kepada peranan situasi dan lingkungan sebagai sumber penyebab tingkah laku. Teori ini menganalisa tingkah laku sosial dalam istilah asosiasi yang mempelajari stimulus dan respon. Tingkah laku terjadi akibat proses belajar yang juga disertai dengan adanya reinforcement. Sehingga manusia cenderung berinteraksi dengan orang-orang yang memberikan manfaat dan akan menghindari orang-orang yang menimbulkan kerugian.

c)    Teori Kognitif
Teori ini menempatkan secara khusus proses-proses berpikir & bagaimana individu memahami dan mempresentasikan dunia. Teori kognitif lebih memusatkan perhatian pada interpretasi dan perseptual mengenai keadaan sekarang, bukan masa lalu. Mencari sebab-sebab prilaku pada persepsi atau interpretasi individu terhadap situasi. Teori kognitif menekankan bahwa pendekatan yang sesuai terhadap gejala psikologi adalah dengan mempelajari proses kognitif dan bgaimana orang-orang membentuk kesan atas orang lain. Teori kognitif ini juga memerlukan teori atribusi, yakni: sebuah studi sistematis atas bagaimana para pengamat menentukan penyebab tingkah laku orang lain dan kognisi sosial yang berbicara tentang bagaimana cara orang berfikir dalam memahami dan mengerti dunia sosial mereka (Fiske & Tylor, 1982).

d)   Teori Psikoanalisa
Tingkah laku orang dewasa merupakan refleksi pengalaman masa kecilnya. Contohnya, tingkah laku agresi dipandang sebagai manifestasi pembawaan sejak lahir. Contoh lain, prasangka pada org lain, dipandang sebagai konflik individu pada masa kecil dengan orang tuanya yang otoriter yang kemudian direfleksikan dalam ketidak sukaannya pada orang-orang dewasa yang tidak mirip dengan dirinya.
Namun banyak ahli psikologi sosial yang tidak cocok menggunakan teori ini, karena teori psikoanalisa memprediksi tingkah laku berdasarkan proses-proses ketidaksadaran yang sulit diobservasi, shingga sulit diuji secara ilmiah untuk membuktikan keabsahannya. Teori psikoanalisa hanya dapat menggambarkan fakta tetapi tidak dapat dipakai sebagai prediktor tingkah laku.

e)     Teori Peran
Perspektif dasar teori ini adalah bahwa tingkah laku dibentuk oleh peranan-peranan yang diberikan oleh masyarakat bagi individu-individu untuk melaksanakannya. Teori ini mengakui pengaruh faktor-faktor sosial pada tingkah laku individu dalam situasi yang berbeda. Peranan pada umumnya didefinisikan sebagai sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Sarbin & Allen, 1968).
Peran seseorang tidak hanya menentukan perilaku, tetapi juga sebagai keyakinan dan sikap individu. Individu memilih sikap yang selaras dengan harapan-harapan yang menentukan peran mereka. Sehingga perubahan peran akan membawa pada perubahan sikap. Peran juga dapat mempengaruhi values yang dipegang orang dan mempengaruhi arah dari pertumbuhan & perkembangan kepribadian mereka. "Impression management" Suatu bidang yang mempelajari cara bagaimana orang-orang mencoba membentuk kesan spesifik dan positif tentang dirinya (Schlenker, 1970).

Bermacam-macam teori dapat digolongkan menurut bentuk atau menurut isinya. Menurut bentuknya, ada dua macam teori sebagai berikut :
a.    Teori konstruktif atau teori merangkaikan yaitu teori yang mencoba membangun kaitan-kaitan antara berbagai fenomena sederhana
b.    Teori principle atau teori reduktif atau teori berjenjang adalah teori yang mencoba menganalisis suatu fenomena kedalam bagian-bagian yang lebih kecil
Menurut isinya, ada dua macam teori sebagai berikut :
a.    Teori molar, yaitu teori tentang individu sebagai keseluruhan,misalnya teori tentang tingkah laku individu dalam proses kelompok
b.    Teori molekular, yaitu teori tentang fungsi-fungsi syaraf dalam tubuh suatu oranisme, misalnya teori konsistensi kognitif
     Selain penggolongan teori kedalam beberapa tipe menurut bentuk dan isisnya, kita perlu pula mengetahui teori mana yang baik dan teori mana yang tidak baik. Baik tidaknya suatu teori tidak ditentukan oleh bentuk dan isisnya, melainkan ditentukan oleh beberapa norma di bawah ini :
1.    Norma korespondensi yaitu seberapa jauh teori itu cocok dengan fakta-fakta yang ada. Semakin cocok teori dengan fakta, semakin baik.
2.    Norma koherensi yang meliputi dua ukuran sebagai berikut :
a.    Seberapa jauh teori itu cocok dengan teori sebelum-sebelumnya. Ini tidak berarti bahwa suatu teori tidak boleh bertenttangan dengan satu atau dua teori sebelumnya. Namun, walaupun teori tersebu bertentangan dengan teori-teori terent, suatu teori yang baik masih cocok dengan sejumlah teori lainnya.
b.    Kesederhanaan yaitu teori tersebut sederhana dalam arti tidak rumit, tidak berbelit-belit, mudah dimengerti. Kesederhanaan ini meliputi 2 hal berikut ini :
1)    Kesederhanaan deskriptif, yaitu kesederhanaaan dalam uraian tentang teori itu sendiri
2)    Kesederhanaan induktif yaitu kesederhanaan dalam produser penarikan kesimpulan dari data-data yang ada
3.    Norma Paragmatik yaitu seberapa jauh suatu teori mempunyai kegunaan praktis. Semakin besar kegunaan praktisnya, semakin baik teori yang bersangkutan.

2.6 Metode-metode Psikologi Sosial
Dalam psikologi sosial ada beberapa metode yang dilakukan secara empiris tidak seperti ketika psikologi sosial hanya dipikir dan direnungkan tanpa bukti dan fakt-fakta yang jelas, ada beberapa metode yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
  1. Metode Eksperimen
Wilhem Wundt adalah yang pertama memakai dam mendasarkan metode ini kedalam psikologi sosial secara ilmiah, dalam metode ini ada beberapa syarat yang diajukan oleh Wilhem:
a.    Kita harus dapat menetukan dengan tepat waktu terjadi gejala yang ingin kita selidiki
b.    Kita harus dapat mengikuti langsung gejala yang ingin kita selidiki dari mulanya sampai pada akhirnya, dan kita harus mengamati dengan perhatian yang khusus.
c.    Tiap-tiap observasi (pengamatan) harus dapat kita ulangi dalam keadaan-keadaan yang sama.
d.    Kita harus mengubah-ubah dengan sengaja syarat-syarat keadaan eksperimen. Maksud metode ini memanglah untuk menimbulkan dengan sengaja suatu gejala guna dapat menyelidiki berlangsungnya dengan persiapan yang cukup dan perhatian yang khusus.

2.    Metode Survey
Dalam metode ini penyelidik mengumpulkan keterangan-keterangan seluas mungkin mengenai kelompok tertentu yang ingin dia selidiki, kebiasaan survey yang digunakan adalah dengan wawancara, observasi dan angket untuk mendapatkan keterangan

3.    Metode Diagnotik-Psikis
Dalam mengumpulkan beberapa keterangan biasanay penyelidik tidak melakuakan dengan biasa, kadang perlu dilakukan uji test-test psikolgi yang dapat menggambarkan segi-segi psikologi yang lebih dalam mendapat keterangan.

4.    Metode Sosiometri
Morena adalah orang yang berjasa dalam metode ini karena dialah yang menemukannya, yang mana metode ini merupakan metode baru dalam ilmu sosial dan terfokus untuk meneliti “intra-group- relations” atau saling berhubungan antara anggota kelompok di dalam suatu kelompok.

2.7 Tujuan Psikologi Sosial

Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran Psikologi Sosial bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan Pendidikan Nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan institusional ini, secara praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran. Tujuan kurikuler Psikologi Sosial yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi lima tujuan berikut:
1.    Membekali peserta didik dengan pengetahuan Psikologi Sosial sehingga tidak terpengaruh, tersugesti oleh situasi sosial yang selamanya tidak bernilai baik.
2.    Membekali peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, mengnalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah-masalah sosial secara tetap dan sisitematis mengenai proses kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan bersama.
3.    Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat sehingga memudahkan dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan perubahan dan pengrahan kepada tujuan dengan sebaik-baiknya.
4.    Membekali peserta didik dengan kesadaran terhadap lingkungan sosial sehingga mampu merubah sifat dan sikap sosialnya.
5.    Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan psikologi sosial sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembanagn masyarakat, perkembanagn ilmu, dan perkembangan teknologi.
Kelima tujuan di atas menjadi tanggung jawab yang harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum Psikologi Sosial di berbagai lembaga pendidikan. Tentu dengan keluasan, kedalaman, dan bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan.

2.8 Problem-problem yang Dihadapi dalam Pembentukan Teori-teori Psikologi Sosial
Kesulitan-kesulitan dalam pembentukan teori psikologi sosial disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.    Kesulitan dalam Definisi
      Setiap teori memerlukan konsep-konsep. Setiap konsep perlu diberi istilah dan istilah itu harus didefinisikan untuk menjelaskan maksud atau artinya. Istilah itu dapat diperoleh dari istilah sehari-hari, atau istilah yang sudah banyak digunakan. Cari ini menguntungkan karena mudah dikenal, artinya dapat segera ditangkap oleh pembacanya. Akan tetapi, keemahan dari cara ini adalah bahwa banyak istilah yang mempunyai arti ganda atau artinya tidak begitu jelas atau menjadi tidak tepat untuk situasi-situasi tertentu, misalnya istilah kebutuhan, dorongan, dan motif yang maknanya sering dicampur adukkan.
      Untuk menghindari kelemahan dari istilah yang diambil dari pembendaharaan istilah sehari-hari, ada sarjana-sarjana yang lebih suka membentuk istilah sendiri. Kelemahan dari cara ini adalah bahwa istilah yang dipilih lebih sukar didefinisikan dan lebih sukar diingat. Oleh karena itu, usaha yang banyak dilakukan oleh para sarjana adalah membuat definisi operasional dari suatu istilah. Misalnya : istilah “kepemimpinan”. Seorang disebut mempunyai kepemimpinan jika mendapatkan minimal sekian persen suara yang mendukungnya dalam suatu pemungutan suara. Akan tetapi definisi operasional ini juga mempunyai kelemahan yaitu terlalu khusus, hanya berlaku dalam situasi tertentu sehingga sukar dilakukan generalisasi. Selain itu, ada kemungkinan bahwa setelah dioperasionalkan definisi itu tidak cocok lagi dengan konsep semula.

2.    Masalah Reliabilitas Data
Setiap data yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun teori harusnya reliable (dapat dipercaya kebenarannya). Akan tetapi, data yang reliable sulit diperoleh dalan psikologi sosial karena faktor-faktor berikut ini :
a.    Faktor alat pengukur
Jika dalam ilmu alam atau ilmu-ilmu kimia sudah dikenal alat-alat pengukur yang hampir 100% dapat dipercaya, dalam psikologi sulit sekali dibuat alat pengukur yang reliable seperti itu. Skala sikap, misalnya yaitu suatu alat pengukur sikap yang sudah dikembangkan selama lebih dari 40 tahun, sampai sekarang hanya mencapai tingkat 0,75.
b.    Sumber data
Dalam ilmu alam atau kimia, bahan-bahan penelitian dapat diperoleh dimana saja dan kapan saja dengan kualitas yang hampir sama asalkan sudah menemui criteria tertentu. Dalam psikologi sosial, bahan penelitiannya adalah manusia,yang walaupun dipilih berdasarkan kriteria tertentu, tetapi tidak bisa diperoleh bahan penelitian yang baku. Masalahnya, manusia disuatu tempat atau waktu tertentu bisa berbeda sekali dari manusia di tempat atau waktu yang lain. Ketidakcermatan atau mungkin juga ketidakjujuran dari peneliti bisa besar sekali pengaruhnya.ketidakcermatan dan ketidakjujuran ini tidak mudah diketahui oleh peneliti lain karena penelitian sosial pada umumnya tidak mudah diulang kembali oleh peneliti lain seperti halnya dengan ilmu alam.
c.    Pengendalian eksperimental
Seperti telah diuraikan diatas, data yang memenuhi syarat untuk suatu teori adalah data yang diperoleh dari pengamatan dalam situasi yang terkontrol. Dengan perkataan lain, data diperoleh dari suatu eksperimen, dimana faktor-faktor yang menentukan dikontrol oleh peneliti. Akan tetapi, dalam psikologi sosial hal ini sulit dilakukan karena variable-variabel yang berpengaruh banyak sekali dan banyak diantaranya yang tidak diketahui.

3.    Ruang Lingkup Teori
a.    Jangkauan penerapannya yaitu untuk berapa banya fenomena atau kepribadian teori ini harus dapat diterapkan
b.    Keterbatasan, yaitu sampai dimana perlu diberikan prasyarat pada kondisi dimana fenomena itu timbul agar suatu teori dapat dinyatakan berlaku
c.    Keumuman, sampai dimana teori bisa diperluas untuk mencangkup situasi-situasi yang tidak tercangkup dalam fenomena awal yang dijadikan dasar untuk penyusunan teori yang bersangkutan

4.    Penentuan Jenis Teori
Kesulitan selanjutnya adalah menentukan jenis teori mana yang akan dipilih. Konstruktif atau principle? Molar atau molekular?

2.9 Penyimpangan Psikologi Sosial
1.    Pergolakan dan Pemberontakan
Proklamasi dikumandangkan sebagai pernyataan kemerdekaan Indonesia dapat diterima di berbagai daerah walaupun tidak secara bersamaan. Rakyat menyambut dan mendukungnya. Oleh karena itu, segera dibentuk suatu tatanan dan kehidupan sosial baru. Rangkaian peristiwa itu disebut revolusi. Adanya pergolakan dan pemberontakan di berbagai daerah pascakemerdekaan, bertujuan untuk menjatuhkan kedudukan penguasa pada saat itu, sekaligus menyatakan kelidaksetujuan mereka terhadap ideologi pemerintah.

2.    Aksi Protes dan Demonstrasi
Aksi protes disebut juga unjuk rasa yang selalu terjadi dalam kehidupan manusia. Hal itu terjadi karena setiap orang memiliki pendapat dan pandangan yang mungkin berbeda. Protes dapat terjadi apabila suatu hal menimpa kepentingan individu atau kelompok secara langsung sebagai akibat dari rasa ketidakadilan akan hak yang harus diterima. Akibatnya, individu atau kelompok tersebut tidak puas dan melakukan tindakan penyelesaian. Protes merupakan aksi tanpa kekerasan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat terhadap suatu kekuasaan. Protes dapat pula terjadi secara tidak langsung sebagai rasa solidaritas antarsesama karena kesewenang-wenangan pihak tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi orang lain.

3.    Kriminalitas
Perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan memberi peluang bagi setiap orang untuk berubah, tetapi perubahan tersebut tidak membawa setiap orang ke arah yang dicita-citakan. Hal ini berakibat terjadinya perbedaan sosial berdasarkan kekayaan, pengetahuan, perilaku, ataupun pergaulan. Perubahan sosial tersebut dapat membawa seseorang atau kelompok ke arah tindakan yang menyimpang karena dipengaruhi keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi atau terpuaskan dalam kehidupannya.
Perbuatan kriminal yang muncul di masyarakat secara khusus akan diuraikan sebagai akibat terjadinya perubahan sosial yang menimbulkan kesenjangan kehidupan atau jauhnya ketidaksamaan sosial. Akibatnya, tidak semua orang mendapat kebahagiaan yang sama. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda-beda terhadap hak dan kewajibannya. Setiap orang harus mendapat hak disesuaikan dengan kewajiban yang dilakukan.

4.    Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme                                   
Bangsa Indonesia yang sedang membangun perlu memiliki sistem administrasi yang bersih dan berwibawa, bebas dari segala korupsi, kolusi, dan nepotisme. Masalah korupsi menyangkut berbagai aspek sosial dan budaya, maka Bung Hatta (dalam Mubyarto) mengatakan bahwa korupsi adalah masalah budaya. Apabila hal ini sudah membudaya di kalangan bangsa Indonesia atau sudah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa akan sulit untuk diberantas. Akibatnya, ha! tersebut akan menghambat proses pembangunan nasional. Untuk memberantas korupsi, tidak hanya satu atau beberapa lembaga pemerintahan saja yang harus berperan,rakyat Indonesia harus bertekad untuk menghilangkan korupsi.          

5.    Kenakalan Remaja                                                           
Kenakalan remaja merupakan disintergasi dari keutuhan suatu masyarakat. Hal itu karena tindakan yang mereka lakukan dapat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu, kenakalan remaja disebut sebagai masalah sosial. Munculnya kenakalan remaja merupakan gejolak kehidupan yang disebabkan adanya perubahan-perubahan sosial di masyarakat, seperti pergeseran fungsi keluarga karena kedua orangtua bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi berkurang.       
                                             
2.10 Pemecahan Masalah Psikologi Sosial
     Pemecahan Masalah Psikologi Sosial Melalui Pendekatan Interdisipliner, Pendekatan Multidispliner karena subsistem masalah sosial banyak jumlahnya, kita harus menggunakan disiplin ilmu sosial yang juga lebih dari satu.  Dengan demikian, pada pendekatan ini kita gunakan disiplin ilmu sosial yang sesuai dengan jumlah subsistem masalah yang kita analisa dan kita kaji, disebut pendekatan interdisipliner. Mengingat pendekatan sistem yang sekaligus juga pendekatan interdisipliner yang menggunakan disiplin akademis yang jamak. Pendekatan ini dapat pula disebut sebagai pendekatan multidisipliner. Jadi, pendekatannya pada hakekatnya sama. Ditinjau dari hakekatnya,pendekatan tadi tidak asing bagi manusia, karena berdasarkan cara berfikir manusia yang multidimensional dalam mengevaluasi suatu gejala atau masalah.

2.11       Implementasi Psikologi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Dalam setiap masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat pada umumnya disebabakan adanya ketidakseimbangan perhatian atau pembinaan terhadap kedua aspek yang ada di dalam diri manusia, yakni aspek jasmani (raga) dan aspek rohani (jiwa). Keseimbanagn kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap setiap perilaku individu ketika menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan masyarakatnya.
Terkait hal di atas dapat dicontohkan dalam kasus sebagai berikut: seorang remaja yang berusia 13 tahun yang sedang duduk di bangku SMA memiliki sifat introvert. Lingkungan yang keras dan minimnya pengetahuan tentang keagamaan telah membesarkannya menjadi orang yang mudah terpengaruh pada situasi dan kondisi di lingkungan sekitarnya.
Selain dari lingkunagn sekitarnya, kasus yang terjadi pada anak ini juga dilatarbelakangi oleh keadaan keluarganya yang broken home sehingga mengakibatkan pengaruh-pengaruh yang buruk dari lingkungan keluarga juga dengan mudah memasuki kehidupannya. Hampir tiap malam anak ini bergaul dengan teman di lingkungannya yang sering berjudi dan mabuk-mabnukan sehingga proses pendidikannya terganggu.
      Studi pada kasus diatas memberikan ilustrasi bahwa betapa besarnya penagruh lingkungan terhadap perilaku individu dalam kelompok sosial. Psikologi Sosial dalam hal ini membantu memberikan pemecahan persoalannya denagn upaya pendidikan keagamaan. Perangsang sosial yang berupa pendidikan keagamaan dan lingkungan sosial yang penuh dengan kekeluargaan diharapkan mampu merubah perilaku individu menjadi lebih baik, sehingga secara bertahap persoalan mendasar dari pengaruh buruk lingkungan akan terkikis dan tergantikan denagn pengaruh yang baik dari pendidikan keagamaan.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya psikologi sosial sangat berhubungan dengan ilmu sosial lainnya, dimana psikologi sosial merupakan bagian dari semua cabang ilmu sosial lainnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan diantara manusia tersebut ternyata tidak selamanya berjalan lancar. Adakalanya muncul kesalah pahaman, perselisihan, pertengkaran, permusuhan, bahkan peperangan. Disitulah Psikologi Sosial akan berperan dalam menghadapi permasalahn-permasalahan tersebut.
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi sosial bertujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena. Dengan mengerti suatu fenomena, kita dapat membuat peramalan-peramalan tentang kapan akan terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana hal itu akan terjadi. Selanjutnya, dengan pengertian dan kemampuan peramalan itu, kita dapat mengendalikan fenomena itu sampai batas-batas tertentu. Inilah sebetulnya tujuan dari ilmu, termasuk psikologi sosial.
3.2 Saran
Untuk meningkatkah Rasa Sosial maka Ilmu Psikologi sosial tidak hanya di pelajari oleh mahasiswa tapi di aplikasikan dalam hidupnya dan untuk pemerintah agar mentaati ilmu psikologi dan di aplikasikan  kekehidupan sehari hari agar tidak ada penyimpangan yang terjadi, serta agar rakyat Indonesia mentaati semua peraturan yang ada dan tidak melanggar untuk  menjadikan rakyat Indonesia menjadi aman,tentram dan sejahtera.


DAFTAR PUSTAKA

Alamat Website :
Ø  www.Google.com
Ø  www. Wikipedia. Com

Sumber Buku :

Ø  buku teori-teori psikologi sosial, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. 1983

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip To Kek Lok Si Temple

MAKALAH IMC PLANNING